twitter


Satu hal yang menyenangkan dari crochet adalah: bisa membuat baju tanpa perlu repot membuat pola, memotong kain, dan menjahitnya. Seapes-apesnya, merangkai-rangkai motif granny square pun bisa menjadi satu baju yang keren (menurut standar saya ;-) tentunya...)

Dua pekan lalu, saya bereksperimen menggabungkan dua motif dari dua pola crochet. Satu tema nanas, satu lagi, tema -- apa ya menyebutnya? -- kait rantai yang sangat simple. Ini hasilnya:


Motif atas, menggunakan pola kait rantai, sebatas dada. Ke bawah, dilanjutkan dengan pola nanas. Mungkin karena motifnya jarang-jarang, selain menghemat benang (dua gulung saja, benang katun Bali), menggarapnya juga cepat. Tak sampai sepekan.



Kalau mau polanya, bisa di download di sini:

Pola bagian atas
Pola bagian bawah



MENENTUKAN HARGA SATU KARYA CROCHET


Saya selalu bertanya-tanya tentang ini, terutama setelah mulai mahir (what ?! $#@%^$&%$#!!!) merenda dan mulai menerima order :)

Menjadi sulit, apalagi jika pemberi order adalah orang di sekitar kita; teman sekantor, tetangga, sahabat. Ada rasa tidak enak hati jika menetapkan harga, takut kemahalan dan seterusnya. Padahal seorang teman crocheter selalu mengingatkan: karya crochet memang mahal, bukan pada benangnya, tapi pada waktu dan kesabaran kita. (catat #1).

Dia "memarahi" saya bahkan, untuk alasan yang saya kemukakan kemudian: baju di mal sekarang murah-murah, untuk karya crochet di atas Rp 300 ribu (kurang dari $ 30) akan membuat pemesan "kapok" bukan? "Tidak bisa dibandingkan demikian. Karya crochet, bandingkanlah dengan karya tangan lain." (catat #2).

Bahkan ada yang lebih serem lagi. seorang teman crocheter setengah murka ketika crochet doilies berupa taplak meja makan yang dibanderol seharga Rp 450.000  di sebuah pameran ditawar dengan semena-mena seharga Rp 200.000. "Mending disumbangin ke panti asuhan deh. Harga benang, waktu, tenaga, dan kreativitas lebih jelas harganya: berupa pahala." (catat #3)

Saya juga suka diledek suami, ketika akhir pekan jalan dan makan, katakan, di SushiGroove favorit anak saya. "Kau membuatnya selama tiga pekan, terus jadi uang, dihabiskan hanya satu setengah jam di sini." (yang ini tak saya catat :D)

Maka sebelum catatan saya bertambah panjang, saya memutuskan untuk mengirimkan email pertanyaan ke beberapa pihak yang kompeten dalam bidang ini. Para senior. Ini kata mereka:

Dydy (salah satu pendiri milis merajut dan pemilik situs merajut):

Kalau mau simpelnya, saya pernah baca standar yang masuk akal sekitar 3 sampai 4 kali harga benang. Tapi kalo mau dihitung lebih detail lagi tentunya harus memperhitungkan tingkat kesulitan (model dan pola projectnya), makin sulit perkaliannya ditambah :D

ada juga yang pake hitungan :
total harga = harga benang + (10%-25% x panjang benang yang dihabiskan)

(Dydy menyarankan untuk bergabung di situs Ravelry, banyak diskusi soal pricing your knits/crochets di sana *segera setelah membaca pesannya, saya mendaftar :D )


Mbak Deasy (pemilik Deasy Crochet):

Merajut adalah menjual seni dan waktu. Nilainya tak bisa dihitung secara matematika biasa. Lihat model dan tingkat kesulitannya. Kalau dari harga benang, rugi. Rugi waktu terutama.

Mbak Itsna (crocheter dari Yogya)

Soal harga, tak ada standar pasti. Belum lagi kalau yang pesan teman atao sodara, suka ga tega ngasih harga (saya banget, mbak...), yang artinya mengesampingkan jerih payah kita sendiri. kalau berapa kali harga benang, rasanya juga ga mungkin karena akan sangat tergantung benang yg di pakai (mahal atau murah). Tapi di luar harga benang, minimal 25 ribu lah untuk ongkos ngerajut 1 gulung benang 100 gr. (PS dari mbak Itsna: aku pernah menanyakan hal ini pd seorang teman, dan jawabnya : tergantung kebijakan perusahaan. ( dlm hatiku : yahhh, ga jawab pertanyaan ni , hehehe........)



Sedikit mencerahkan.  Terima kasih banyak *angguk-angguk ambil pensil di atas kuping mulai nulis harga*




Yang ini masih bersaudara beda marga sama Monster Kancing yang dibuat beberapa waktu lalu. Namanya Monster Perca. Dibuat dari sisa kain yang numpuk nyaris jamuran di gudang.

Hasil uji coba dari pola ngarang ala kadarnya untuk mengajar kelas menjahit boneka. Pengen buat polanya juga sih, terus tar dibikin pdf-nya, terus masukin Ziddu. Jadi siapa yang ingin buat, tinggal download di Ziddu, terus di-print, jadi deh, itu pola. Sabar ya...lagi flu nih *basuh ingus*



 



Posting ini juga buat Opik, adik bungsu saya tercinta yang kini hidup terpisah dari ibu, karena menuntut ilmu di Malang. Pagi hari, ponsel kakaknya yang jelita ini bergetar. Dia bertanya hal yang sangat penting dengar hai dengar: bagaimana caranya membuat teh sereh!

Tempo hari saat liburan di Jakarta, dia termehek-mehek kami jamu dengan teh itu. Diminum hangat-hangat saat gerimis, anget. Siang hari, tinggal cempungin es batu. Suegerrr rek!

Resep ini ketemu secara kebetulan. Bersama si Kakak, menantang diri membuat teh rasa sama dengan teh sereh di resto Vietnam favorit kami. Aturan mainnya, tak boleh mencontek literatur apapun, even itu internet.

Dan......sukses jaya saudara-saudara. Ingin tahu caranya? Begini ....... *kibas-kibasin rambut bentar, biar makin kayak chef yang cantik dan seksi itu*

1. Delapan batang sereh (yang tua jangan yang muda) dipotong kecil-kecil. Lebih top lagi kalau diblender sekalian. Tapi berhubung gelas blender dipecahin sama tukang gas (terlalu bersemangat mencabut regulatornya sampai menghajar gelas blender di rak piring terlempar ke udara...sayangnya jatuhnya gak pakai efek slow motion kayak di film-film), maka serek saya iris tipis-tipis (kalau Kakak pakai gunting)

2. Masukkan dalam panci, tuang empat gelas air. Didihkan.

3. Biarkan mendidih sampai kurang lebih 5 - 10 menit, kemudian masukkan gula batu secukupnya dan teh tabur. (jangan teh celup ya, rasanya beda ntar) Biarkan mendidih 1 - 2 menit.

4. Saring, dan siap dihidangkan. Kalau si Kakak, paling senang lapisan kedua daun serehnya digulung, kemudian dijadikan sedotannya.

5. Saran penyajian:  sepoton sereh biarkan utuh, kemudian dipajang di gelasnya saat dihidangkan.









Ketika kecil dulu, saya kerap rancu membedakan jarum jahit mesin dan jarum jahit tangan. Hingga kemudian menemukan formula pembeda dengan kalimat sederhana: jarum tangan "mata" jarumnya di atas, dan jarum mesin di bawah. Melalui "mata inilah, benang disematkan, kemudian ditarik dan aktivitas menjahitpun siap.

Besar sedikit, saya berkenalan dengan mesin jahit. Tepatnya, ketika menginjak kelas 5 SD, ibu menghadiahi saya mesin jahit tangan. Girang. Serasa menjadi Lik Supri, guru mengaji idola yang mempunyai pekerjaan lain sebagai penjahit.

Semula saya mengira semua mesin jahit menggunakan jarum ukuran seragam. Ternyata salah. Jarum, seperti urutan anak-anak ibu saya yang susul-menyusul serupa anak kelinci, semua bernomor.

Kenapa bernomor? Mudah jawabannya. Menyesuaikan dengan ketebalan kain. Makin tebal kain, makin kuat dan besar jarum.

Lalu bagaimana menentukan jarum yang tepat? Ini ilmu warisan ibu saya, yang ketika dicocockkan dengan ilmu menjahit ketika era internet menyeruak, ternyata betul (Horee...meski ibu tak secanggih Sarah J Doyle yang sudah menghasilkan 25 buku jahit-menjahit, tapi ilmunya tak kalah....)

Begini kiatnya:

# Kain halus seperti sutra, sifon, renda, voile, atau organdi akan lebih pas jika menggunakan jarum nomor 9, alias jarum halus.


# Kain taffeta, beludru, kain stretch, triko, dan  plastik cocok dengan jarum ukuran 11.

# Kain dengan ketebalan sedang seperti katun jepang, popelin, linen, muslin, chambray, krep wol, flanel, rajutan, jersey, satin, dan sutra mentah, bisa menggunakan jarum nomor 14.

# Kain agak tebal seperti kain gorden atau kain untuk sprey jenis tertentu pas dengan jarum nomor 16

#Kain kelas berat nan tebal seperti jeans alias denim, cocok dengan jarum nomor 18.


Sebetulnya, tak mengikuti pakem itu juga tak apa-apa. Namun, kita harus siap dengan risiko jarum bengkok atau bahkan patah.

Sebaliknya, untuk kain yang halus, jika "dihajar" dengan jarum beberapa nomor di atasnya akan meninggalkan lubang di bekas tindasan jarum, yang ketika baju siap, tak manis dibuatnya.


Bagi saya, crochet model granny square bak perca dalam jahit-menjahit. Saya bisa membuat kreasi apa saja dari benda persegi ini. Mulai dari baju, taplak, bikini (untuk kado spesial buat sahabat saya), dan akhir pekan kemarin, cempal.

Lumayan, mbrenthel di akhir pekan dan menikmati hasilnya sore harinya. memanfaatkan remah benang yang tersisa. Begini hasilnya:






Tapi tak melulu buat cempal fungsinya. Bagaimana kalau hasil crafting akhir pekan itu tampil begini?





foto saya ambil dari: thisnext.com

Orang menjahit karena berbagai alasan. Sebagian untuk hobi, sebagian untuk kebutuhan. Sebagian lagi untuk mencari nafkah (seperti saya zaman kuliah dulu, *kenalkan*).

Menjahit juga bisa menjadi pembuktian (lho?!). Maksudnya begini: kalau kita dendam lihat baju di Butik X yang modelnya "cuma kayak gitu" tapi harganya selangit, setidaknya kita bisa membuat kembarannya dengan kain yang sama yang banyak kita jumpai di Mayestik ;)

Menjahit bisa menjadi salah satu cara relaksasi dan dapat menjadi solusi santai untuk menghabiskan sedikit waktu luang.

Hanya saja, kerap kita patah arang dan menyerah hanya karena proyek pertama gagal, atau bikin satu baju sampai satu setengah tahun baru kelar, saat ukuran tubuh sudah melar *asli pengalaman pribadi*

Apalagi, baju instan asal Cina di pasaran jumlahnya bejibun, dengan harga yang "amat sangat terjangkau sekali" pula. Bahkan, ongkos taksi dari rumah ke kantor saya, bisa untuk beli dua baju seperti ini.

Tapi percayalah pada saya - kebangetan kalau tidak - bahwa memakai baju hasil jahitan sendiri, akan lebih .... puwwaaasss *dengan intonasi mirip teman saya yang orang Malang*.

Setelah saya pikirkan dan renungkan (lebay mode on), ada sejumlah aturan main yang harus kita ikuti untuk sukses menjahit. Trik ini kayaknya agak sahih deh, terutama buat penjahit pemula. Gak percaya? Cobain saja:


Tips # 1: Ikuti arah. Kalau sudah menemukan model dan pola yang pas, terus di-break down, maka hal yang sangat penting adalah  mengikuti petunjuk pada pola. Penting untuk memeriksa seluruh pola sudah lengkap. Kemudian, lihat apa langkah-langkah yang harus dilakukan, sesuai urutan. Kalau membuat baju, saya akan mulai dari bahu, kemudian sisi badan, baru pasang lengan.

Tips # 2: Jangan lupa sisakan tepian kain untuk jahitan. Usahakan, panjang tepinya sama. Bila perlu, dibuat garis jahitan dari kapur jahit pada masing-masing sisi.

Tip # 3: Ukur, ukur, ukur. Yakinlah ukuran sudah benar sebelum mulai memotong kain. Pikirkan dua tiga kali dari berbagai sisi sebelum akhirnya mata gunting berbicara. Sayang kan, kalau kain yang sudah dibeli mahal-mahal akhirnya menjadi baju gagal atau kekecilan.

Tip # 4: Jangan ragu minta bantuan jarum pentul atau peniti. Ini untuk memastikan jahitan lurus dan tak repot menyatukan kain ketika siap dieksekusi di bawah jarum mesin jahit. Kalau saya, karena kerap tertusuk-tusuk jarum pentul, lebih enak dijelujur dulu. Jelujur? Itu lho, jahit tangan asal. Pakainya benang yang mencolok, kontras dengan kain biar setelah jahit mesin beres, tinggal ditarik benangnya. Teknik jelujur ini akan sangat bermanfaat sekali jika kita menggarap bagian-bagian yang lebih rumit: manset, kerah, atau keliman.

Tips # 5 Ini contekan dari tailor tempat suami saya langganan jahit celana. Rupanya, si bapak menyetrika celana tiap kali selesai menjahit dua potongan kain jadi satu. Hasil jahitan akan lebih rapi jatuhnya. Saya mempraktikkannya, dan sejauh ini berhasil. Coba deh.

Tip # 6 Tekun, sabar, teliti. Kalau memulai satu proyek, niatkan untuk menggarapnya sampai selesai. Nasihat ini buat diri saya sendiri juga :)

Selamat mempraktikkan.


Bergunjing, boleh kan? Sesekali, buleh ya? Yah? Yah? *memohon-mohon dengan serius wajah memelas sok-sok acting mau menangis*

Awalnya, saya membuat berita tentang properti Hosni Mubarak di sini. Tak diduga, dalam 15 menit, hits-nya mencapai 1.700 hit. Ck..ck..ck..

Bos saya girang betul, dan meminta membuat follow up-nya. Tapi, saya malah asyik membuka-buka berbagai ulasan tentang Suzanne Mubarak, istrinya.

Pergolakan di Mesir memang membuka rahasia lain tentang Hosni Mubarak. Penguasa yang sudah tiga dekade bercokol di Mesir ini ternyata mempunyai harta yang bertebaran di luar negeri. Harian Telegraph memprkitakan total kekaayaan Mubarah adalah 20 miliar pounsterling, atau lebih dari 287 triliun.

Dimana Mubarak menimbun hartanya itu? Situs Telegraph menyebut, sejumlah bank di Swiss, Amerika Serikat, dan Inggris menjadi bankas penyimpanan uang tunainya. Sedangkan properti, dia memiliki istana yang sangat megah di Inggris, Los Angeles, Washington, dan New York.

Sejak berkuasa pada 1981, Mubarak mampu membuat negara di Afrika Utara itu stabil. Rahasianya, dia membangun hubungan baik dengan negara-negara Barat dan Israel. Namun di balik kestabilan, korupsi, kemiskinan dan kekerasan oleh negara tumbuh subur di Mesir.

Pria yang  lahir 1928 di desa Kahel-el-Meselha ini terkenal menservis habis-habisan kolega-kolega Baratnya. Misalnya ketika bekas Perdana Menteri Inggris Tony Blair menghabiskan liburan di Timur Tengah, ia diservis di vila mewah Mubarak di Laut Merah. Blair bersama keluarganya menginap di vila bernama Sharm-el-Sheikh.

Mubarak menikah dengan Suzanne, yang berdarah campuran, Mesir-Inggris. Ayah Suzanne, Saleh Thabet, yang berprofesi sebagai dokter anak bertemu dengan Lily May Palmer, suster yang tumbuh dewasa di Wales. Mereka bertemu di London. Saleh kemudian menikah dengan Lily, dan lahirlah Suzanne.

Dalam sebuah wawancara dua tahun lalu, Suzanne mengatakan masih memiliki saudara sepupu di Inggris. "Aku sangat nyaman dengan dua budaya ini, dua bahasa, dua dunia yang berbeda," kata ibu negara berusia 69 tahun tersebut.

Tak heran, ketika negaranya bergolak, Inggrislah yang dituju. Gamal, anak yang disiapkan menjadi presiden Mesir selanjutnya, Suzanne, dan seorang anak perempuannya segera terbang ke London dengan jet pribadi begitu situasi di Kairo memanas.

Bersama Suzanne, 100 kopor lebih menyertai. Di rumah bergaya Georgian seharga 8,5 juta pounds atau sekitar Rp 122 miliar itu, Suzanne kini tinggal. Sementara sang suami, berusaha mempertahankan mati-matian tahtanya, di tengah goyangan jutaan rakyatnya hari ini.

Tapi, saya tergelitik untuk melihat sekilas, seperti apa sih, penampilan istri dari pria berharta Rp 287 triliun itu? *sambil membayangkan, apakah rumah saya yang tipe 36 itu muat untuk menyimpan duit sebanyak itu*


Ini hasil browsing saya:





Owya catatan (biar gossipnya lebih panas): Saat itu sedang musim panas terpanas di Kairo.  :))

foto-foto saya ambil dari  www.huffingtonpost.com