Tampak
"memprihatinkan" ya? Biarin aja hehehehe.....Dia mesin jahit terkeran
di mata saya. Kami sudah saling setia sejak 31 tahun lalu. Saya memberinya nama: Siti Nurbaya.
Kotak pandora, eh bukan....kotak wasiat. Semua alat jadi satu di dalamnya. Sekalinya keselip, uring-uringannya tujuh hari tujuh malam. Coba kalau ada fasilitas "misscall" untuk barang selain ponsel ya? Kalau keselip, kan tinggal di telepon saja.
Yang atas, gunting kain. Yang tengah, gunting untuk kertas, pola, dan apa saja yang non kain. Yang bawah, gunting benang. Kenapa si besar dikasih tali rafia? Biar para cindil saya tahu itu gunting kain emaknya, jadi tak digunakan untuk menggunting yang lain. Bisa kethul ntar...
Haken untuk merenda. Yang paling atas mereknya c*o**r, konon yang paling mahal. Orang di kampung saya bilang, "Rega mawa rupa", alias harga tak pernah bo'ong: mang enak sih dipakainya. Dibeli waktu habis dapat THR (ih, kok curcol sih? xixixi). Ketika pengen beli yang ukurannya lebih kecil -- karena THR tak datang setiap bulan -- jadi beli yang grade di bawahnya, merek t*l*p. Terus,ternyata perlu yang lebih kecil lagi. Beli yang murmer saja, Rp 10 ribu perbiji. Jadi kesimpulannya: asal hati sedang riang, pakai alat apa saja sama-sama menariknya (catatan: kebalikannya kalau hati sedang gulana). Halah...
Ini - nama pastinya saya tidak tahu - saya sebut pembolong kain. Kalau yang suka baca cerita detektif atau nonton Basic Instinct-nya Sharon Stone zaman purba, pasti bakal macem-macem konotasinya, he he. Gunanya untuk melubangi kain biar haken bisa lebih gampang menarik benang.
Yang ini pasti tahu kan? Betul, penonton...senter. Senter buat menjahit?
Ini gunanya senter. Buat yang matanya sudah mulai uzur seperti saya, tak ada yang lebih seksi ketimbang cahaya senter menyinari lubang jarum. ck ck ck...
Ini tangan saya, sedang memainkan Siti Nurbaya. Jarik yang saya jahit punya pelanggan, batik Cirebonan. Pasmina yang saya pakai, selendang batik cap dapat "nemu" di pasar tradisional di Bobotsari, Purbalingga.
Kotak pandora, eh bukan....kotak wasiat. Semua alat jadi satu di dalamnya. Sekalinya keselip, uring-uringannya tujuh hari tujuh malam. Coba kalau ada fasilitas "misscall" untuk barang selain ponsel ya? Kalau keselip, kan tinggal di telepon saja.
Yang atas, gunting kain. Yang tengah, gunting untuk kertas, pola, dan apa saja yang non kain. Yang bawah, gunting benang. Kenapa si besar dikasih tali rafia? Biar para cindil saya tahu itu gunting kain emaknya, jadi tak digunakan untuk menggunting yang lain. Bisa kethul ntar...
Haken untuk merenda. Yang paling atas mereknya c*o**r, konon yang paling mahal. Orang di kampung saya bilang, "Rega mawa rupa", alias harga tak pernah bo'ong: mang enak sih dipakainya. Dibeli waktu habis dapat THR (ih, kok curcol sih? xixixi). Ketika pengen beli yang ukurannya lebih kecil -- karena THR tak datang setiap bulan -- jadi beli yang grade di bawahnya, merek t*l*p. Terus,ternyata perlu yang lebih kecil lagi. Beli yang murmer saja, Rp 10 ribu perbiji. Jadi kesimpulannya: asal hati sedang riang, pakai alat apa saja sama-sama menariknya (catatan: kebalikannya kalau hati sedang gulana). Halah...
Ini - nama pastinya saya tidak tahu - saya sebut pembolong kain. Kalau yang suka baca cerita detektif atau nonton Basic Instinct-nya Sharon Stone zaman purba, pasti bakal macem-macem konotasinya, he he. Gunanya untuk melubangi kain biar haken bisa lebih gampang menarik benang.
Yang ini pasti tahu kan? Betul, penonton...senter. Senter buat menjahit?
Ini gunanya senter. Buat yang matanya sudah mulai uzur seperti saya, tak ada yang lebih seksi ketimbang cahaya senter menyinari lubang jarum. ck ck ck...
Ini tangan saya, sedang memainkan Siti Nurbaya. Jarik yang saya jahit punya pelanggan, batik Cirebonan. Pasmina yang saya pakai, selendang batik cap dapat "nemu" di pasar tradisional di Bobotsari, Purbalingga.