twitter


Setelah coba-gagal tak berbilang, akhirnya poppy flower pesanan seorang teman jadi juga. Tar sore kubawa ya Mbak!
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone


Kerah renda untuk poncho dari batik obinan Cirebon. Menutup akhir pekan yang sempurna :-)



Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone


Setelah lama ngiler sak ngiler-ngilernya sama batik motif lawas tiga negeri, Alhamdulillah, kesampaian semua bulan ini.
# Pertama, tas tiga negeri. Hasil sabar inden di sebuah toko onlen. Toko ini keren betul, termasuk harganya juga :-)
# Kedua, sarung tiga negeri. Yang ini hasil "nembak" tak sengaja di pameran batik Pasar Indonesia di JCC tempo hari. Mengeluspun, sudah puas rasanya. Tiba-tiba, bojo tercinta yang serasa sudah jadi anak ibu pemilik stan dalam hitungan menit, melontarkan sebait harga. tiba-tiba pula tanpa perlawanan, si ibu langsung mengangguk. Ck ck ck...ternyata tak cuma saya yang kelepek-kelepek dengan mantera-manteranya, juga si ibu pemilik sarung tiga negeri....
# Ketiga, kain tiga negeri. Kalau yang ini, murni salah kirim pemilik satu toko onlen. Saya membeli kain semarangan lawas, lha kok yang dikirim kain tiga negeri. Rejeki nomplok banget kan? Tadinya sih mau aksi diam-diam kagak usah mengaku. Tapi hati terdalam menganjurkan sebaliknya. Akhirinya PM-an sama pemilik toko. Hasilnya; tiga negeri tetap jadi milik saya, dan saya harus menambah sekian ratus rupiah untuk kain semarangan yang saya taksir. Jodoh memang kagak kemana yak...







Gambar lengkapnya ada di sini: Picasaweb

Bukalah lembaran album zaman muda ibu kita. Pasti akan menjumpai blio memakai gaun dengan kerah seperti gambar di atas. Renda? Betul!

Kini, kerah lace alias renda sedang in lagi. Bentuknya lucu-bin-keren. Di toko crafting di Mayestik, satuannya dijual seharga Rp 35 ribu sampai Rp 40 ribu. Tinggal masang doang.

Mode ini datengnya hampir barengan sama gaun gombrong-gombrong yang saya tak ingin membeli satupun. Kata penjualnya merayu suatu ketika: model Ashanti....model Syahrini. Waks! Makin tak pengen beli. Takut dipinang mas Anang jadi pasangan duetnya....xixixixixi.. 

Tapi saya tak ingin membuat model kerah yang seperti dua model ini. Kerah lace zaman emak kita muda, itu yang pengen saya buat. Maka, mencoba berbagai gaya, akhirnya ketemu model ini. Lumayan kan?





hahay.....empat cindil saya yang lain ini, menggagalkan acara pemotretan kain-kain batik koleksi kebanggaan saya sore ini. Mungkin, mereka mengingatkan saya untuk tidak pamer hehehehe....
Iya deh. *simpan lagi*


Di kampung saya, orang menyebut batik dengan motif begini sebagai jonasan. Di Jakarta, orang menyebutnya batik Banyumasan. Saya beli kainnya langsung dari ibu-ibu sepuh yang kulit tangannya keriput, tapi sangat cekatan memainkan canting.

Panjang: 90 cm
Lingkar dada: 104 cm
Ukuran: L/XL

Harga: IDR 180.000
Berminat? SMS 083894533115


Granny square selalu menarik untuk diulik. Akhir pekan ini, jari lentik ini -- ih, ngaku-ngaku...faktanya: sepuluh jari tangan sekarang sudah jadi jempol semua  -- memainkannya untuk bolero pesanan dari seseorang di Pekanbaru. Di Etsy aku memajang yang warna ijo (dan sold out sepekan kemudian), dia minta yang ungu.

Begini hasilnya.

Berapa harganya? IDR 150.000 saja plus free gift tempat ponsel. Untuk pemesanan, SMS 083894533115.


Simsalabim! Cinderella membuat pesanan rok maxi dari kain motif batik hokokai dalam semalam...*hoam..tinggal ngantuknya!*


Foto diambil dari http://hdw.eweb4.com/out/477866.html

Obrolan semalam dengan cindil saya tentang hal konyol yang pernah dilakukan. Dia cerita tentang (*&(^%*())*&*^*&& (*tuink...tuink...gak boleh ember omongin rahasia orang).

Saya, emaknya, ngakak paling keras.

Lalu giliran saya membuat pengakuan dosa. Hal konyol yang pernah saya lakukan adalah:


* Nowel cake penganten setinggi orang di sebuah toko cake terbesar di kota saya. Lalu dimasukin ke mulut pula. Padahal....itu cake bo'ongan, dan yang saya towel masuk mulut itu....lilin lah temtu sajah!

* Makan intip goreng sambil ngobrol seru dengan dua kakak. Tiba-tiba secuil intip terjatuh dari mulut saking semangatnya ngobrol. Tanpa dosa, diambil dan dimasukkan mulut lagi. Kok beda rasanya? Tepok jidat....ternyata pup cicak.

* Tua dikit, saat SMA, milih jalan kaki 4 km meter tiap hari hanya demi segelas es cendol di dekat terminal Purbalingga. Mikirnya sampai botak, antara kemringet tapi minum cendol atau sriwing-sriwing naik beca tapi mulut garing.

* Selesai kuliah, dapat panggilan kerja di Jakarta, barengan dengan zaman berganti dari era tape recorder menjadi era CD player. Secara orang udik baru datang ke Jakarta pula, gak mudeng kenapa piring sangat ceper gitu kok bisa bunyi lagu. Sohib masa kecil yang sudah jadi borju di Jakarta lebih dulu (karena kerja jadi pramugari di sebuah maskapai jempolan) mengajak jalan-jalan ke Plaza Senayan yang belum lama berdiri, dan minta ditemani beli keping CD. Sementara dia sibuk mencoba CD dengan headphone yang disediakan toko kaset itu, orang udik satu ini sibuk membalik-balik CD, mencari mana side A dan side B nya. *masih mesem-mesem kalau ingat sekarang*


Gambar: Batik motif Hokokai, salah satu koleksi saya.

Sedang kesengsem berat sama batik-batik motif lama. Bermula saat mendengar cerita ibu tentang empat kain batik almarhum simbah -- beliau tak pernah kersa memakai batik selain batik tulis -- dicuri orang sewaktu simbah diopname di rumah sakit menjelang berpulang ke Rahmatullah.

Tak terasa, koleksi kini hampir 25 lembar. Hampir semua dibeli online, kecuali batik motif banyumasan. Yang ini beli di Bobotsari, di pengepul batik dari para pengrajinnya. Agak sedikit "heroik"...karena:
 1>  saking kalapnya, dompet jebol dan harus gesek kartu.
2> Bisa sih pakai kartu kredit, cuma harus menunggu si babah bangun karena dialah satu-satunya yang bisa menggunakan alat penggesek itu.
3> Jadilah saya berjam-jam di toko itu, hanya demi menunggu sang babah bangun karena tak satupun karyawan yang berani membangunkannya......


Owya, akhir pekan yang sangat menyenangkan adalah ketika menyambangi kebunnya @Banten Berkebun dan ikut panen kangkung organik. Wuih...dua cindil saya girang betul!
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone


Foto diambil dari: eHow

Ada begitu banyak merek dan jenis mesin jahit di pasar. Bagaimana kita memilih yang tepat untuk kita?

Itu yang ada dalam benak saya akhir pekan lalu. Lieur bin pusing.

Saya bukan tipe penjahit yang "rewel" sebetulnya. Maksud saya, bukan yang amat sangat profesional sehingga kudu memiliki mesin yang supercanggih dengan segudang kemampuan termasuk mijit sama nimpuk.
Hal lain, saya cukup puas dengan Siti Nurbaya saya. Yang saya butuhkan saat ini hanyalah: mesin yang bisa untuk mengobras agar jahitan bagian dalam lebih rapi (curcol: tukang obras di pasar juteknya setengah mati, antre-nya bikin sembelit pula) dan yang bisa membuat lubang kancing jadi rapi.

Semula, mesin jahit listrik yang termurah yang saya taksir. Harganya, Rp 1,3 juta. Cukup ramah kantong saya pikir.

Tapi nanti dulu. Bukan saya kalau semua tak dibikin ribet (hehehe....begitu penilaian si kakak soal emak-emak). Jadi, saya belajar, browsing sana browsing sini...sampai membaca di Consumer Report segala. Hasilnya, syukurlah, mesin jahit idaman sudah saya pilih. Transaksi saya lakukan secara online, dan besok barang diantar (*deg-degan*).

Intinya yang ingin saya bagi dengan Anda soal membeli mesin jahit adalah (salah kalau saya akan omong merek :-P):

_ Tanya diri Anda apa keperluan Anda dengan mesin ini. Jangan membeli mesin jahit karena latah, apalagi ikut-ikutan tetangga sebelah. Jika hanya untuk menjahit lurus saja semisal mereparasi baju-baju bolong/sobek/kepanjangan (coret yang tak perlu), maka mesin jahit biasa sudah cukup. Yang manual juga tak apa. Harganya paling antara Rp 300 ribu - Rp 750 ribu, yang second saja. Jangan salah....second-nya mesin jahit manual  lebih enak dipakainya.

- Jika untuk tujuan belajar, mesin sederhana dengan 13 varian jahitan sudah cukup. Mengapa saya menyarankan mesin listrik dan bukan mesin manual? Berdasar pengalaman beberapa teman, tak semua sukses mengoperasikan mesin genjot. Bisa-bisa jarum cuma maju-mundur kagak jalan-jalan.

- Kenali fitur dan fungsi yang diinginkan. Ada dua pilihan, mesin jahit manual atau komputerisasi. Mesin manual adalah seperti yang ibu atau nenek kita digunakan. Mesin komputer atau listrik lebih praktis, bahkan yang paling modern memiliki layar sentuh.

Jika kita sudah paham apa yang kita inginkan, sila cari model yang pas. Bandingkan tiga hingga empat merek sekaligus, sesuaikan dengan budget yang dimiliki. Selamat berburu....


Kangen granny square. Dapat empat biji. Dibuat apa ya? Wadah blackberry saja. Eh, ternyata banyak pesanan, ya sudah...bikin banyak sekalian. Alhamdulillah.

*bisa buat souvenir pernikahan lho*
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone


Syukurlah, jadi juga. Padahal, sampai langkah kelima, masih sangsi, karena dibuat hanya dengan dikira-kira saja.

Pemesan hanya mengirimkan foto yang tak jelas, tentang model yang diinginkannya.

Ini foto waktu tinggal satu putaran, finishing. Sekarang sih sudah terkirim pada sang pemesan. Lega!
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone



Proyek kesekian selesai, setelah lamaaaaa banget terhenti. Pengen nyoba katun Bamboo, sih, awalnya. Penasaran saja, kok mahal betul pergulung kecil Rp 20 ribu. Tapi memang enak dan hasilnya juga lebih bagus: jatuh dan kilap, tapi adem dipakainya. Ini habisnya sekitar enam gulung.

Ada yang berminat membeli? SMS saya di +6283894533115 (SMS saja). Bisa ditambah lengan jika ingin.

Harga: IDR 180.000 (free ongkos kirim)


Tampak "memprihatinkan" ya? Biarin aja hehehehe.....Dia mesin jahit terkeran di mata saya. Kami sudah saling setia sejak 31 tahun lalu. Saya memberinya nama: Siti Nurbaya.




Kotak pandora, eh bukan....kotak wasiat. Semua alat jadi satu di dalamnya. Sekalinya keselip, uring-uringannya tujuh hari tujuh malam. Coba kalau ada fasilitas "misscall" untuk barang selain ponsel ya? Kalau keselip, kan tinggal di telepon saja.



 Yang atas, gunting kain. Yang tengah, gunting untuk kertas, pola, dan apa saja yang non kain. Yang bawah, gunting benang. Kenapa si besar dikasih tali rafia? Biar para cindil saya tahu itu gunting kain emaknya, jadi tak digunakan untuk menggunting yang lain. Bisa kethul ntar...



 Haken untuk merenda. Yang paling atas mereknya c*o**r, konon yang paling mahal. Orang di kampung saya bilang, "Rega mawa rupa", alias harga tak pernah bo'ong: mang enak sih dipakainya. Dibeli waktu habis dapat THR (ih, kok curcol sih? xixixi). Ketika pengen beli yang ukurannya lebih kecil -- karena THR tak datang setiap bulan -- jadi beli yang grade di bawahnya, merek t*l*p. Terus,ternyata perlu yang lebih kecil lagi. Beli yang murmer saja, Rp 10 ribu perbiji. Jadi kesimpulannya: asal hati sedang riang, pakai alat apa saja sama-sama menariknya (catatan: kebalikannya kalau hati sedang gulana). Halah...



Ini - nama pastinya saya tidak tahu - saya sebut pembolong kain. Kalau yang suka baca cerita detektif atau nonton Basic Instinct-nya Sharon Stone zaman purba, pasti bakal macem-macem konotasinya, he he. Gunanya untuk melubangi kain biar haken bisa lebih gampang menarik benang.



Yang ini pasti tahu kan? Betul, penonton...senter. Senter buat menjahit?




Ini gunanya senter. Buat yang matanya sudah mulai uzur seperti saya, tak ada yang lebih seksi ketimbang cahaya senter menyinari lubang jarum. ck ck ck...


 Ini tangan saya, sedang memainkan Siti Nurbaya. Jarik yang saya jahit punya pelanggan, batik Cirebonan. Pasmina yang saya pakai, selendang batik cap dapat "nemu" di pasar tradisional di Bobotsari, Purbalingga.


Batik print motif Hokokai. Warna dasar: cokelat. Dijahit dengan model sarung. All size karena menggunakan elastik di pinggang. Silakan SMS ke 083894533115 jika berminat.

HARGA:  IDR 135.000

Keterangan:
Batik Jawa Hokokai yang mulai dibuat pada tahun 1942 selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dikembangkan antara lain di Pekalongan dan daerah pesisir lain seperti Cirebon. Motifnya beragam, ada motif rangkaian bunga yang diikat pita dan disebut sebagai motif buketan dari asal kata bouquet. Ada sedikit pengaruh Cina dalam motif ini.