twitter




"Menyiapkan diri menjelang pensiun ya Mbak?" komentar seorang teman, tentang saya yang belakangan tekun belajar crocheting, atau kita kerap menyebutnya merajut. (Catat: usia saya masih jauh dari usia pensiun!)

Saya tak kaget. Komentarnya adalah yang ke-1001 yang saya dengar. Bahkan, jauh sebelum saya belajar merajut pun, saya sudah mendengarnya. Mungkin di lubuh hati terdalam, sedikit membenarkan.

Saya berkenalan dengan rajut merajut pertama kali 30 tahun silam. Saat itu, nenek jauh ibu saya yang istri pensiunan camat (Mbah Sisten, demikian orang memanggil, berdasar jabatan suaminya sebagai 'asisten', camat di zaman Belanda) mempunyai klub crochet. Anggotanya, lima nenek yang sama-sama sepuh.

Berkala, mereka ngumpul di rumah Mbah Uyut Sisten, biasanya sore hari, sambil mengudap camilan yang disiapkan Mbak Uyut dari siang. Sambil mengobrol, tangan mereka sibuk mBrenthel, merenda alias merajut alias crocheting. Jeda sesekali untuk main bridge, kemudian merajut lagi.

Saya, menonton dengan takjub. Pulang ke rumah, mencari hakpen ibu saya, membuat rantai. Titik. Dari zaman jebod sampai 1,5 tahun lalu, saya hanya bisa 'merantai' saja.

Hingga suatu hari, saya 'lost in Blok M'. Tepatnya, terlalu dini menjemput teman di pool Damri Blok M, padahal pesawatnya dari Makassar delay 2 jam.

Merintang waktu, saya muter Blok M, sampai kemudian parkir di sebuah toko alat-alat crafting. Mata tertuju pada hakpen, dan memori masa silam terputar. Saya memutuskan membeli 'memori' itu.

Di rumah, saya belajar giat. Membuka Youtube, kembali belajar crocheting. Sampai kemudian mata terbuka, bahwa di luar sana, banyak pula orang yang sama jatuh cintanya pada crochet seperti saya, dan rata-rata berusia belia. Beberapa kali, saya menemukan bukan nenek-nenek di angkutan umum dan kami menekuni  hobi yang sama, seperti pernah saya ceritakan di postingan saya sebelumnya.

Hingga tak sadar, kini puluhan teman saya di Facebook adalah penyuka crochet, tanpa kami saling kenal satu sama lain sebelumnya. Bahkan hingga kini, banyak di antaranya yang kami belum pernah bersua. Kami mengobrol apa saja, mulai teknik crocheting, membaca pola, hingga menentukan harga jika ada yang berminat dengan karya kita, hal yang paling membuat saya kagok :)

Jadi, menjawab komentar teman saya tadi, saya menjawab setengah bercanda dengan merujuk pada teman-teman belia saya yang sama-sama belajar crocheting, begini, "Begitulah...entah saya yang terlambat belajar, atau teman-teman saya itu yang terlalu awal menyiapkan masa pensiunannya." Asal tahu saja, teman-teman yang belajar crochet bersama saya rata-rata usianya 20-an tahun!


0 comments:

Post a Comment

Komentar Teman: